Tuesday, August 2, 2011

Mendapatkan Husnul Khatimah

Bila ditanya tentang akhir kehidupan seperti apa yang kita inginkan?


Setiap manusia tentu menginginkan akhir kehidupannya dengan husnul khatimah (akhir hayat yang baik). Mereka akan selalu berdoa semoga tidak menemui akhir kehidupan su’ul khatimah (akhir hayat yang buruk). Meskipun demikian, tidak semua orang mampu menjaga keinginannya ini agar bias terwujud. Banyak di antara yang menunjukkan sikap yang mengantarkan mereka kepada su’ul khatimah. Karena memang nasib seseorang akan ditentukan oleh sikap dan perbuatannya selama hidupnya. Rasulullah Saw. pernah bersabda, Man sabbaha ‘ala syai sabbaha ‘alaih (siapa bias berbuat sesuatu dalam hidupnya, ia akan meninggal dengan suatu kebiasaan itu). Inilah pola hidup yang harus kita perhatikan.

Dalam kehidupan ini, ada sebagian orang yang meyakini untuk tidak mengingat kematian. Mereka mengatakan, “janganlah mengingat mati, sebab hal itu akan melahirkan sikap pesimis dalam hidup ini.” Siapapun pasti tak ada yang berkeinginan untuk cepat-cepat meninggal, kecuali orang yang berpikir sempit. Akan tetapi bukan berarti mengingat mati, menjadi kita pesimis menjalani hidup. Adanya mati tidak diperuntukkan untuk menjadi penghalang dalam menggapai dan meraih cita-cita dan keinginan. Sesungguhnya, mati adalah rem dalam kendaraan, sedangkan keinginan dan cita-cita adalah gas yang siap melaju. Keselamatan kendaraan atau penumpang bergantung kepada kemampuan supir memainkan gas dan rem. Kata Nabi Saw. dalam sabdanya, “Berusahalah untuk duniamu seakan kamu hidup selamanya, dan berusahalah untuk akhirat mu seakan kamu mati esok hari.”

Disini lah islam mengajarkan keseimbangan hidup. Islam menganjurkan agar umatnya mampu meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.Untuk itu, Islam juga mengajarkan kepada umatnya sebuah doa yang bisa dipahami sebagai cita-cita tertinggi. Doa ini dikenal sebagai doa sapu jagat, “Rabbana atina fid dunia hasanah wafil akhirati hasanah wakina adzabannar, (Ya Tuhan kami, berilah kepada kami kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat, dan selamatkan kami dari api neraka).”

Namun sayangnya, banyak di antara kita yang lupa atau melupakan kematian; apaalagi memikirkan hendak seperti apa akhir kehidupannya, apakah husnul khatimah atau su’ul khatimah. Padahal jika semua orang mau sedikit terbuka dan mencoba untuk merenung. Tidak perlu lama, sebentar saja. Kita akan mendapati bahwa akhir semua manusia, siapa pun dia, dari golongan mana pun dia, kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, hanyalah sebuah rumah tipe 21 (2 x 1). Disana kita tinggal sendiri, berbaju kafan dari desainer yang tidak pernah dipesan, tidak akan tahu akan mendapat rumah yang ada bidadarinya, atau rumah yang penuh dengan duri.

Hidup memang harus dinikmati. Akan tetapi tidak perlu terlena. Suatu nikmat akan menjadi niqmat(bencana). Tidak selamanya siang itu terang, sebentar saja rasanya akan senja dan gelap. Ada baiknya jika kita melirik si husnul khatimah, dewi cinta yang tak kenal waktu dan tempat, untuk mengajak hidup bersama. Juga tidak ada salahnya bila kita berhati-hati terhadap si su’ul khatimah, dewi racun yang tak kenal ampun, mengambil nyawa tak peduli kita sedang dalam keadaan apa.

Untuk menemukan si husnul khatimah  mari kita lihat cirri-ciri mereka. AllahSwt. menjelaskan  sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami adalah Allah, lalu mereka konsisten (dengan keyakinan itu), maka saat kematiannya akan turun malaikat kepada mereka, dan berkata, “Jangan kamu takut dengan kematian ini dan jangan pula sedih terhadap apa-apa atau siapa yang ditinggalkan, bergembiralah dengan surga yang telah Allah janjikan kepadamu.”

Orang-orang yang yakin kepada imannya kepada Allah sampai tiba habis kontrak hidupnya maka Allah akan memberikan hadiah; hati yang lapang tidak takut dengan kematian itu, tidak sedih dengan segala yang dia tinggalkan. Ras gembira dengan tempat baru yang menyenangkan, yang tidak pernah tergambar oleh mata, yang tak pernah tersirat dalam hati manusia, yaitu surga Allah Swt. Boleh jadi orang itu kembali dengan tersenyum menyambut dewi cintanya yang datang, itulah Husnul khatimah. Al-Quran akan menjadi barometer arah penunjuk kerja dan usaha kita. Bila semua itu sudah terlaksana, barulah semuanya akan bernilai ibadah dan itulah jalur menuju jalan Husnul khatimah.

Sedang jalan menuju su’ul khatimah, tidaklah sulit untuk ditemukan. Bahkan sarana dan prasaranya terkadang tersedia dan tersebar dimana-mana. Terlebih di abad modern seperti saat ini. Disitulah iman berperang melawan kecenderungan Su’ul khatimah. Tapi sayang banyak manusia terkesima dengan pesona dewi racun. Mereka lebih suka membelok dari kelompok “iman”,dan lebih senang berkawan dengan setan. Sehingga, banyak sudah manusia yang tidak lagi takut dengan racun-racun sang dewi, karena pesonanya, kemolekannya, dan keindahannya. Harta-harta yang mereka mereka miliki dipergunakan untuk bersenang-senang dan hura-hura. Tanah-tanah mereka bangun Cuma untuk berteduh bersama sang dewi. Mereka tidak kenal anak yatim piatu, mereka lewatkan penedeng tangan yang kurus dari pintu ke pintu. Mereka lupa dan peka dengan jeritan lapar anak-anak orang miskin. Inilah jalur cepat menuju su’ul khatimah. Naudzubillah!

Orang-orang seperti itu pada saat-saat terakhirnya akan meraung merengek kepada Allah dengan berkata, “Ya… Tuhanku, seandainya engkau tangguhkan kematianku pada waktu yang dekat ini, niscaya aku akan bersedekah dan menjadi orang-orang yang benar,” tetapi bila datang utusan Allah untuk membawanya, Allah tidak sekali-kali menangguhkannya.

Jika dalam keadaan seperti itu lalu kembali kepada Allah, tanpa bekal dan persiapan, tidak sedikit mereka yang meninggal dengan mata terbelalak. Disitulah mereka menemukan su’ul khatimah.

Maha benar Allah yang telah menciptakan segala sesuatunya dengan berpasang-pasangan; ada siang dan malam, ada langit dan bumi, ada matahari dan bulan, ada lelaki dan perempuan, seluruhnya Allah ciptakan berpasangan. Demikian ada tangis dan tawa, menangis pada waktu lahir dan tersenyum pada waktu meninggal, itulah yang seharusnya manusia perbuat dan dapatkan pada awal dan akhir hidupnya. Namun perjalanan hidup ini sangat bergantung pada manusia, apakah setelah menangis sewaktu dilahirkan dam\n kemudian menangis pula waktu meninggal?

Oleh karena itu, mari bergegaslah mengukir perjalanan dengan sebaik-baiknya agar kita mendapatkan Husnul khatimah dan terhindar dari Su’ul khatimah.

0 komentar:

Post a Comment