Bila ditanya tentang akhir kehidupan seperti apa yang kita inginkan?
Setiap manusia tentu menginginkan akhir kehidupannya dengan husnul
khatimah (akhir hayat yang baik). Mereka akan selalu berdoa semoga tidak
menemui akhir kehidupan su’ul khatimah (akhir hayat yang buruk). Meskipun
demikian, tidak semua orang mampu menjaga keinginannya ini agar bias terwujud.
Banyak di antara yang menunjukkan sikap yang mengantarkan mereka kepada su’ul
khatimah. Karena memang nasib seseorang akan ditentukan oleh sikap dan
perbuatannya selama hidupnya. Rasulullah Saw. pernah bersabda, Man sabbaha ‘ala
syai sabbaha ‘alaih (siapa bias berbuat sesuatu dalam hidupnya, ia akan
meninggal dengan suatu kebiasaan itu). Inilah pola hidup yang harus kita perhatikan.
Dalam kehidupan ini, ada sebagian
orang yang meyakini untuk tidak mengingat kematian. Mereka mengatakan,
“janganlah mengingat mati, sebab hal itu akan melahirkan sikap pesimis dalam
hidup ini.” Siapapun pasti tak ada yang berkeinginan untuk cepat-cepat
meninggal, kecuali orang yang berpikir sempit. Akan tetapi bukan berarti
mengingat mati, menjadi kita pesimis menjalani hidup. Adanya mati tidak
diperuntukkan untuk menjadi penghalang dalam menggapai dan meraih cita-cita dan
keinginan. Sesungguhnya, mati adalah rem dalam kendaraan, sedangkan keinginan
dan cita-cita adalah gas yang siap melaju. Keselamatan kendaraan atau penumpang
bergantung kepada kemampuan supir memainkan gas dan rem. Kata Nabi Saw. dalam
sabdanya, “Berusahalah untuk duniamu seakan kamu hidup selamanya, dan
berusahalah untuk akhirat mu seakan kamu mati esok hari.”
Disini lah islam mengajarkan
keseimbangan hidup. Islam menganjurkan agar umatnya mampu meraih kehidupan yang
bahagia di dunia dan di akhirat.Untuk itu, Islam juga mengajarkan kepada
umatnya sebuah doa yang bisa dipahami sebagai cita-cita tertinggi. Doa ini
dikenal sebagai doa sapu jagat, “Rabbana atina fid dunia hasanah wafil akhirati
hasanah wakina adzabannar, (Ya Tuhan kami, berilah kepada kami kehidupan yang
baik di dunia dan di akhirat, dan selamatkan kami dari api neraka).”
Namun sayangnya, banyak di antara
kita yang lupa atau melupakan kematian; apaalagi memikirkan hendak seperti apa
akhir kehidupannya, apakah husnul khatimah atau su’ul khatimah. Padahal jika
semua orang mau sedikit terbuka dan mencoba untuk merenung. Tidak perlu lama,
sebentar saja. Kita akan mendapati bahwa akhir semua manusia, siapa pun dia,
dari golongan mana pun dia, kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, hanyalah
sebuah rumah tipe 21 (2 x 1). Disana kita tinggal sendiri, berbaju kafan dari
desainer yang tidak pernah dipesan, tidak akan tahu akan mendapat rumah yang
ada bidadarinya, atau rumah yang penuh dengan duri.
Hidup memang harus dinikmati. Akan
tetapi tidak perlu terlena. Suatu nikmat akan menjadi niqmat(bencana). Tidak
selamanya siang itu terang, sebentar saja rasanya akan senja dan gelap. Ada baiknya jika kita
melirik si husnul khatimah, dewi cinta yang tak kenal waktu dan tempat, untuk
mengajak hidup bersama. Juga tidak ada salahnya bila kita berhati-hati terhadap
si su’ul khatimah, dewi racun yang tak kenal ampun, mengambil nyawa tak peduli
kita sedang dalam keadaan apa.
Untuk menemukan si husnul
khatimah mari kita lihat cirri-ciri
mereka. AllahSwt. menjelaskan
sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami adalah Allah, lalu
mereka konsisten (dengan keyakinan itu), maka saat kematiannya akan turun
malaikat kepada mereka, dan berkata, “Jangan kamu takut dengan kematian ini dan
jangan pula sedih terhadap apa-apa atau siapa yang ditinggalkan, bergembiralah
dengan surga yang telah Allah janjikan kepadamu.”
Orang-orang yang yakin kepada
imannya kepada Allah sampai tiba habis kontrak hidupnya maka Allah akan
memberikan hadiah; hati yang lapang tidak takut dengan kematian itu, tidak
sedih dengan segala yang dia tinggalkan. Ras gembira dengan tempat baru yang
menyenangkan, yang tidak pernah tergambar oleh mata, yang tak pernah tersirat
dalam hati manusia, yaitu surga Allah Swt. Boleh jadi orang itu kembali dengan
tersenyum menyambut dewi cintanya yang datang, itulah Husnul khatimah. Al-Quran
akan menjadi barometer arah penunjuk kerja dan usaha kita. Bila semua itu sudah
terlaksana, barulah semuanya akan bernilai ibadah dan itulah jalur menuju jalan
Husnul khatimah.
Sedang jalan menuju su’ul khatimah,
tidaklah sulit untuk ditemukan. Bahkan sarana dan prasaranya terkadang tersedia
dan tersebar dimana-mana. Terlebih di abad modern seperti saat ini. Disitulah
iman berperang melawan kecenderungan Su’ul khatimah. Tapi sayang banyak manusia
terkesima dengan pesona dewi racun. Mereka lebih suka membelok dari kelompok
“iman”,dan lebih senang berkawan dengan setan. Sehingga, banyak sudah manusia
yang tidak lagi takut dengan racun-racun sang dewi, karena pesonanya,
kemolekannya, dan keindahannya. Harta-harta yang mereka mereka miliki
dipergunakan untuk bersenang-senang dan hura-hura. Tanah-tanah mereka bangun
Cuma untuk berteduh bersama sang dewi. Mereka tidak kenal anak yatim piatu,
mereka lewatkan penedeng tangan yang kurus dari pintu ke pintu. Mereka lupa dan
peka dengan jeritan lapar anak-anak orang miskin. Inilah jalur cepat menuju
su’ul khatimah. Naudzubillah!
Orang-orang seperti itu pada
saat-saat terakhirnya akan meraung merengek kepada Allah dengan berkata, “Ya…
Tuhanku, seandainya engkau tangguhkan kematianku pada waktu yang dekat ini,
niscaya aku akan bersedekah dan menjadi orang-orang yang benar,” tetapi bila
datang utusan Allah untuk membawanya, Allah tidak sekali-kali menangguhkannya.
Jika dalam keadaan seperti itu lalu
kembali kepada Allah, tanpa bekal dan persiapan, tidak sedikit mereka yang
meninggal dengan mata terbelalak. Disitulah mereka menemukan su’ul khatimah.
Maha benar Allah yang telah
menciptakan segala sesuatunya dengan berpasang-pasangan; ada siang dan malam,
ada langit dan bumi, ada matahari dan bulan, ada lelaki dan perempuan,
seluruhnya Allah ciptakan berpasangan. Demikian ada tangis dan tawa, menangis
pada waktu lahir dan tersenyum pada waktu meninggal, itulah yang seharusnya
manusia perbuat dan dapatkan pada awal dan akhir hidupnya. Namun perjalanan
hidup ini sangat bergantung pada manusia, apakah setelah menangis sewaktu
dilahirkan dam\n kemudian menangis pula waktu meninggal?
Oleh karena itu, mari bergegaslah mengukir perjalanan dengan sebaik-baiknya agar kita mendapatkan Husnul khatimah dan terhindar dari Su’ul khatimah.
0 komentar:
Post a Comment